Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.
Sejarah Budidaya dan Penyebarannya
Singkong mulai dibudidayakan manusia (domestikasi) di Amerika Selatan, khususnya di Brasil dan Paraguay, sejak kurang lebih 10 ribu tahun yl. Walaupun demikian, bukti-bukti arkeologis budidaya singkong justru banyak ditemukan di kebudayaan Indian Maya, tepatnya di Meksiko dan El Salvador. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan.
Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 192 juta ton pada tahun 2008. Nigeria menempati urutan pertama dgn 52,4 juta ton, disusul Brasil dgn 25,4 juta ton. Indonesia menempati posisi ketiga dgn 24,1 juta ton, diikuti Thailand dgn 21,9 juta ton (FAO, 2009) |
Singkong mulai ditanam secara komersial di wilayah Kepulauan Hindia sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 dari Brasil. Menurut Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial, singkong masuk ke Indonesia dibawa oleh Portugis ke Maluku sekira abad ke-16. Tanaman ini dapat dipanen sesuai kebutuhan. “Sifat itulah yang menyebabkan tanaman ubi kayu seringkali disebut sebagai gudang persediaan di bawah tanah,” tulis Haryono.
Butuh waktu lama singkong menyebar ke daerah lain, terutama ke Pulau Jawa. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu kabupaten di Jawa Timur pada 1852. “Bupatinya sebagai seorang pegawai negeri harus memberikan contoh dan bertindak sebagai pelopor. Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.
Namun hingga 1876, sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir di Trenggalek, dalam De zoete cassave (Jatropha Janipha) yang terbit 1875, singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di beberapa bagian Pulau Jawa tapi ditanam besar-besaran di bagian lain. “Bagaimanapun juga, singkong saat ini mempunyai arti yang lebih besar dalam susunan makanan penduduk dibandingkan dengan setengah abad yang lalu,” tulisnya, sebagaimana dikutip Creutzberg dan van Laanen.
Sampai sekitar tahun 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah. Baru pada permulaan abad ke-20, konsumsinya meningkat pesat. Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas tanaman singkong mereka.
Halaman depan Pabrik Tapioka Turen milik Handelsvereeniging Amsterdam (H.V.A.) di Malang, Jawa Timur (circa 1919)
Sumber: Tropenmuseum, Amsterdam
Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber pangan tambahan yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia V. Hingga saat ini, singkong telah menjadi salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, singkong merupakan makanan pokok ketiga setelah padi-padian dan jagung.
Hindia Belanda pernah menjadi salah satu pengekspor dan penghasil tepung tapioka terbesar di dunia. Di Jawa banyak sekali didirikan pabrik2 pengolahan singkong untuk dijadikan tepung tapioka.
Seperti dalam buku Handbook of the Netherlands East Indies, pada tahun 1928 tercatat 21,9% produksi tapioka diekspor ke Amerika Serikat, 16,7% ke Inggris, 8,4% ke Jepang, lalu 7% dikirim ke Belanda, Jerman, Belgia, Denmark dan Norwegia. Biasanya tepung olahan singkong tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku lem dan permen karet, industri tekstil dan furniture.
Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu secara luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan Castilla (Spanyol).
Dalam bahasa lokal, bahasa Jawa menyebutnya pohung, bahasa Sangihe bungkahe, bahasa Tolitoli kasubi, dan bahasa Sunda sampeu.
Penutup: Singkong vs Keju
Kenapa singkong selalu dihubungkan dengan keju untuk membandingkan antara orang miskin dan orang kaya, rakyat jelata dan priyayi dll?
Diperkirakan saat masuknya singkong dibawa oleh orang Portugis bersamaan juga dengan diperkenalkannya makanan keju. Keju berasal dari bahasa portugis Queijo. Dan ketika Belanda berkuasa, semakin dikenalkanlah makanan ini. Ketika banyak rakyat pribumi dengan mudah menanam dan mengolah singkong menjadi bahan makanan, keju "pemasaran"nya dibatasi agar tidak sembarang orang bisa membuat dan mengolah keju, keju pun hanya beredar di kalangan2 tertentu saja, umumnya orang Belanda dan Eropa lainnya, serta kaum pribumi terpandang (jutawan, bangsawan).
Menurut Creutzberg dan van Laanen, meski nilai singkong sebagai makanan kurang dibandingkan beras atau jagung, ia tetap digunakan untuk menggantikan beras di berbagai bagian Jawa Tengah pada masa paceklik sebelum panen atau saat panen gagal. |
Kandungan proteinnya lebih rendah daripada padi dan peningkatan konsumsi per kapitanya biasanya dipandang sebagai tanda kemiskinan. Kendati demikian, peralihan ke singkong menjadi bukti bagi dinamika pertanian tanaman pangan Pulau Jawa pada masa akhir kolonial.
http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1809292
0 Response to "Singkong Ternyata Bukan Makanan Asli Indonesia"
Post a Comment